
Yosefat Wenardi Wigono, pemilik dan ahli pembuat gitar memeriksa gitar buatannya di bengkel kerjanya di Bandung, Jawa Barat, 21 Maret 2016. Gitar Secco karya Yosefat ini telah menembus pasar dunia. TEMPO/Prima Mulia
KABARPOST, Bandung - Sejumlah pembuat gitar di Bandung bertahan dengan menggarap segmen khusus. Secco misalnya, menghasilkan gitar pesanan dan gitar akustik untuk musik klasik, sedangkan Stranough selain juga melayani gitar pesanan, banyak membuat gitar elektrik. Pembuatnya merintis dengan susah payah.
Yosefat Wenardi Wigono, 52 tahun, mulai membuat gitar merek Secco pada 1999. Lulusan Teknik Mesin Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung 1993 itu sebelumnya berbisnis jual beli mobil dan membuka bengkel. Setelah impian menjadi pemusik klasik kandas gara-gara tak direstui orang tua, ia kepincut membuat gitar akustik.
Bisnisnya lalu ditutup. Dua mobilnya seharga Rp 60-80 juta dilego sebagai modal usaha pembuatan gitar.
Awak bengkelnya diajak dan dilatih membuat gitar bersama empu gitar Ki Anong, yang kini telah wafat. Dia pun bereksperimen dengan kayu-kayu lokal seperti dari pohon alpukat, sawo, durian, dan nangka, untuk menghasilkan gitar berkualitas bagus, namun hasilnya banyak yang gagal.
Di sisi lain, gitar akustiknya yang dibanderol Rp 400 ribu susah terjual. "Selama 5 tahun awal itu masa kritis, sempat bimbang untuk terus atau berhenti. Karena passion, saya bertahan," ujarnya.
Pekerja yang membantunya secara berangsur hengkang dan membuat gitar merek sendiri. Sebuah gitar akustik Secco kini dibanderol mulai dari Rp 3,5 hingga 15 juta. Adapun gitar listrik pesanan khusus berharga Rp 15-25 juta.
Pembelinya berasal dari Malaysia. Lainnya ke Kanada, Jepang, dan Australia. Pemakai di dalam negeri seperti Adrian Adi Utomo, Iwan Fals, Susilo Bambang Yudhoyono, musisi lokal Bandung, dan band aliran gospel rock Bread of Stone yang memesan dua gitar akustik. Sebagai perbandingan, kata Wenardi, gitar klasik produksi massal berkisar Rp 400-500 ribu. Sedangkan gitar impor karya luthier antara Rp 50-250 juta.
Pembuat gitar Stranough, Muhammad Satria Nugraha, yang akrab dipanggil Hanung, memulainya dari reparasi gitar pada 2003. Bermodal Rp 2 juta dari orang tua, ia merintis pembuatan gitar dengan dua orang tukang. Gitarnya yang dijajakan lewat Internet, menggaet seorang pengusaha gitar di Belanda dengan orderan 250 gitar.
Kini gitar Stranough telah beredar ke seluruh wilayah Indonesia, juga Finlandia, Jepang, Malaysia, Singapore, Australia, Amerika. Salah satu jenis produk aslinya The Tripper diminati sebagai gitar yang mudah dibawa dalam perjalanan atau travel guitar.
Sumber : tempo.co
0 Response to " Inspiratif, Cerita Jatuh-Bangun Pembuat Gitar di Bandung "
Post a Comment